ETIKA KEILMUAN
Dosen
Pengampu :
Nurul Frijurniasi.M.pd
Galang Putra Zulfahmi (201543500733)
untuk mendowload ppt bisa klik Disini
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN ......................................................................................
A. Latar
Belakang ......................................................................................
B. Rumusan
Masalah .................................................................................
C. Tujuan
...................................................................................................
BAB
II PEMBAHASAN ........................................................................................
A. Pengertian
Etika dan Moral ...................................................................
B. Hubungan
antara Ilmu Pengetahuan dan Etika .....................................
C. Persoalan
dalam Etika Keilmuan ..........................................................
D. Ilmu
Bebas Nilai Atau Tidak Bebas Nilai .............................................
E. Sikap
Ilmiah dan Tanggung Jawab Ilmuan ...........................................
BAB III PENUTUP ...............................................................................................
A. Simpulan
................................................................................................
B. Saran
......................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Ilmu pengetahuan
merupakan alat bagi manusia, yang diciptakan dengan tujuan untuk meningkatkan
kesejahteraan umat manusia. Dengan ilmu dapat diciptakan suasana yang lebih
baik dan dengan demikian melalui ilmulah manusia dapat lebih mudah mencapai tujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan. Meskipun dalam perkembangannya kemajuan ilmu
pengetahuan tidak selalu mensejahterakan manusia, tetapi banyak pula keburukan
bahkan penderitaan yang dialami oleh manusia sebagai dampak dari kemajuan ilmu
pengetahuan itu sendiri.
Sebagai sebuah
disiplin ilmu dan keilmuan, didalamnya terkandung nilai-nilai seperti etika,
moral, norma, dan kesusilaan. Demikian pula pada aplikasinya, seorang ilmuwan
dalam kehidupan sehari-hari seakan dituntut untuk menerapkan nilai-nilai tersebut
dalam kehidupannya, baik saat berpikir maupun bertindak. Kendati tinggi ilmu
seseorang, apabila tidak memiliki nilai-nilai yang sudah menjadi semacam aturan
dalam kehidupannya dan tidak memanfaatkan ilmu yang dimilikinya untuk kebaikan
dan kemaslahatan orang banyak, orang tersebut tidak akan dipandang tinggi.
Dalam filsafat
juga memiliki konsep pemikiran baik dan buruk yang dikenal dengan nama etika,
yakni aturan untuk membedakan baik dan buruk. Suatu ilmu dan etika adalah
sumber pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku
menyimpang di kalangan masyarakat. Untuk itu peranan ilmu sangat dibutuhkan
sebagai sumber moralitas dalam mengembangkan kesejahteraan dan kemaslahatan
manusia.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas,
Kami merumuskan masalah-masalah tersebut, sebagai berikut :
1.
Apa pengertian etika dan moral ?
2. Apa
hubungan ilmu pengetahuan dan etika ?
3. Bagaimana
persoalan dalam etika keilmuan ?
4. Apakah
ilmu bebas nilai atau tidak bebas nilai ?
5.
Bagaimana sikap ilmiah dan tanggung
jawab ilmuan ?
C. Tujuan
1. Untuk
mengetahui pengertian etika dan moral
2. Mengetahui
hubungan ilmu pengetahuan dan etika
3. Memahami
persoalan dalam etika keilmuan
4. Mengetahui
paradigma ilmu bebas nilai dan tidak bebas nilai
5.
Memahami sikap ilmiah dan tanggung jawab
ilmuan
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Etika dan Moral
Secara
etimologis etika berasal dari kata ethos yang berarti adat, kebiasaan
atau susila. Dalam filsafat etika membicarakan tentang tingkah laku atau
perbuatan manusia dalam kaitan antara baik dan buruk. Baik dan buruk adalah
suatu penilaian atas apa yang bisa dilihat dan dirasakan seperti perbuatan dan
tingkah laku. Sedangkan untuk hal-hal yang menyangkut aspek motif atau watak,
sulit dinilai.
Dalam
bahasa Yunani, etika berati “ethikos” yang mengandung arti karakter,
kebiasaan, kecenderungan dan sikap yang mengandung analisis konsep-konsep
seperti harus, benar salah, mengandung pencarian watak ke dalam watak moralitas
atau tindakan-tindakan moral atau mengandung pencarian kehidupan yang baik
secara moral. Etika secara lebih detail merupakan ilmu yang membahas tentang
moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan moral.
Moral
berasal dari bahasa Latin moralis (kata dasar mos) yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, cara, dan tingkah laku. Moral berarti sesuatu yang
menyangkut prinsip benar salah, dan salah satu dari suatu perilaku yang
menjadi standar perilaku manusia. Bila dijabarkan lebih lanjut moral mengandung
empat pengertian:
1. Baik-buruk, benar-salah dalam aktifitas manusia,
2. Tindakan yang adil dan wajar,
3. Kapasitas untuk diarahkan pada kesadaran benar-salah, dan
kepastian untuk mengarahkan orang lain agar sesuai dengan kaidah tingkah laku
yang dinilai benar-salah
4.
Sikap seseorang dalam
hubungannya dengan orang lain.
Etika sebagai ilmu
yang menyelidiki tentang tingkah laku moral dapat dihampiri berdasarkan atas
tiga macam pendekatan, yaitu:
1. Etika Deskriptif
Etika deskriptif adalah
mendeskripsikan tingkah laku moral dalam arti luas, seperti; Adat kebiasaan,
anggapan tentang baik dan buruk, tindakan-tindakan yang diperbolehkan atau
tidak diperbolehkan. Etika deskriptif bersifat mengkomparatifkan perbedaan cara
masyarakat menjawab pertanyaan moral, tidak pernah menjustifikasi suatu
kebudayaan yang ada.
Contoh:
a. Di Filipina orang asing tidak boleh mengkritik seseorang atau
lembaga meski secara bergurau di dalam pertemuan, orang-orang Filipina boleh
mengkritik sesamanya, tapi tak menyukai kritik orang luar atau orang asing.
2. Etika Normatif
Etika normatif yaitu etika yang
berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola perilaku ideal yang seharusnya
dimiliki manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif
memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka tindakan
yang akan diputuskan.
Contoh:
a. Menolak Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN) karena dapat
merugikan orang lain
b. Menolak adanya prostitusi
c. Menolak tindakan penyalahgunaan terhadap NARKOBA karena dapat
merusak organ tubuh (menyiksa diri sendiri)
3. Metaetika
Yaitu kajian etika yang ditunjukan
pada ungkapan-ungkapan etis. Bahasa etis atau bahasa yang dipergunakan dalam
bidang moral dikaji secara logis. Metaetika menganalisis logika perbuatan dalam
kaitan dengan “baik” atau “buruk”. Perkembangan lebih lanjut dari metaetika ini
adalah Filsafat Analtik.
B.
Hubungan
Antara Ilmu Pengetahuan dan Etika
Etika
adalah sebuah ilmu dan bukan sebuah ajaran yang mengatakan bagaimana seharusnya
hidup, tetapi itu adalah ajaran moral. Ilmu Pengetahuan dan etika sebagai suatu
pengetahuan yang diharapkan dapat meminimalkan dan menghentikan perilaku
penyimpangan dan kejahatan di kalangan masyarakat. Ilmu pengetahuan dan etika
diharapkan mampu mengembangkan kesadaran moral di lingkungan masayarakat
sekitar agar dapat menjadi ilmuwan yang memiliki moral dan akhlak yang
baik dan mulia.
Sebagai suatu
obyek, etika berkaitan dengan konsep yang dimiliki oleh individu maupun
kelompok untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dilakukan itu salah
atau benar, baik atau buruk. Dengan begitu dalam proses penilaiannya ilmu
pengetahuan sangat berguna dalam memberikan arah atau pedoman dan
tujuan masing-masing orang. Ilmu secara moral harus ditujukan untuk kebaikan
umat manusia tanpa merendahkan martabat seseorang.
Etika
memberikan batasan maupun standar yang mengatur pergaulan manusia di dalam
kelompok sosialnya yang kemudian dirupakan ke dalam aturan tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada
saat diperlukan dapat di fungsikan sebagai pedoman untuk melakukan tindakan
tertentu terhadap segala macam tindakan yang secara umum dinilai menyimpang
dari kode etik yang telah ditentukan dan disepakati bersama. Ilmu sebagai asas
moral atau etika mempunyai kegunaan khusus yakni kegunaan universal bagi umat
manusia dalam meningkatkan martabat kemanusiaannya.
Masalah
moral tidak dapat dilepaskan dengan tekad manusia untuk menemukan kebenaran.
Sebab untuk menemukan dan mempertahankan kebenaran diperlukan keberanian.
Sejarah kemanusiaan telah mencatat semangat para ilmuwan yang rela mengorbankan
nyawanya untuk mempertahankan apa yang mereka anggap benar. Kemanusiaan tak
pernah urung dihalangi untuk menemukan kebenaran. Tanpa landasan moral maka
ilmuwan akan mudah melakukan pemaksaan intelektual. Penalaran secara rasional
yang telah membawa manusia mencapai harkat kemanusiaannya berganti dengan
proses rasionalisasi yang mendustakan kebenaran.
Maka
inilah pentingnya etika dan moral dalam ilmu pengetahuan yang menyangkut
tanggung jawab manusia dalam mengembangkan ilmu pengetahuan untuk dimanfaatkan
bagi sebesar-besarnya kemaslahatan manusia itu sendiri. Karena dalam
penerapannya ilmu pengetahuan juga mempunyai akibat positif dan negatif bahkan
destruktif maka diperlukan nilai atau norma untuk mengendalikannya. Di sinilah
etika menjadi ketentuan mutlak yang akan menjadi pengendali bagi pemanfaatan
ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk meningkatkan derajat hidup serta
kesejahteraan dan kebahagiaan manusia.
C.
Persoalan
Etika Keilmuan
Penerapan
ilmu pengetahuan dan teknologi selalu memerlukan pertimbangan-pertimbangan dari
dimensi etis dan hal ini tentu sangat berpengaruh pada pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di masa depan. Tanggung jawab etis ini
menyangkut kegiatan atau penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi itu
sendiri. Sehingga seorang ilmuwan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi harus selalu memperhatikan kodrat dan martabat manusia, ekosistem
dan bertanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang dan
kepentingan umum, karena pada dasarnya ilmu pengetahuan dan teknologi itu bertujuan
untuk pelayanan eksistensi manusia dan bukan sebaliknya untuk
menghancurkan eksistensi manusia itu sendiri.
Tanggung
jawab ini juga termasuk berbagai hal yang menjadi sebab dan akibat ilmu
pengetahuan dan teknologi pada masa lalu maupun masa yang akan datang. Jadi
bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan menghambat atau
meningkatkan keberadaan manusia tergantung pada manusia itu sendiri, karena
ilmu pengetahuan dan teknologi dilakukan oleh manusia dan untuk kepentingan
manusia. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi memerlukan
kedewasaan manusia dalam arti yang sesungguhnya, yakni kedewasaan untuk
menentukan mana yang layak atau tidak layak, mana yang baik dan mana yang
buruk.
Beberapa
persoalan yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi seperti
dicontohkan oleh Amsal Bakhtiar (2010) pada perkembangan ilmu
bioteknologi, perkembangan yang dicapai sangat maju seperti rekayasa genetika
yang menghkhawatirkan banyak kalangan. Tidak saja para agamawan dan pemerhati
hak-hak asasi manusia tetapi para ahli bioteknologipun juga semakin khawatir
karena jika akibatnya tidak bisa dikendalikan maka akan terjadi
bencana besar bagi kehidupan manusia. Sebagai contoh adalah rekayasa
genetika yang dahulunya bertujuan untuk mengobati penyakit keturunan seperti
diabetes, sekarang rekayasa tidak hanya bertujuan untuk pengobatan tetapi untuk
menciptakan manusia-manusia baru yang sama sekali berbeda baik secara fisik
maupun sifat-sifatnya. Dengan rekayasa tersebut manusia tidak memiliki hak yang
bebas lagi. Meskipun teori ini belum tentu terwujud dalam waktu singkat tetapi
telah menimbulkan persoalan dan kekhawatiran di kalangan ahli etika dan para
agamawan, apalagi jika jatuh pada penguasa yang lalim pasti dampaknya akan
sangat membahayakan karena bisa menghancurkan eksistensi manusia. Maka
disinilah diperlukan kedewasaan dari manusia itu sendiri untuk menentukan mana
yang baik dan buruk bagi kehidupannya.
Tugas
terpenting ilmu pengetahuan dan teknologi adalah menyediakan bantuan agar
manusia dapat sungguh-sungguh mencapai pengertian tentang martabat dirinya.
Ilmu pengetahuan dan teknologi bukan saja sarana untuk mengembangkan diri
manusia, tetapi juga merupakan hasil perkembangan dan kreatifitas manusia untuk
memperkokoh kedudukan serta martabat manusia baik dalam hubungan sebagai
pribadi dengan lingkungannya, maupun sebagai makhluk yang bertanggung jawab
terhadap Allah Swt.
Disinilah peran
etika untuk ikut mengontrol perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi agar
tidak bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, serta
tidak merugikan manusia itu sendiri. Etika, terutama etika keilmuan sangatlah
penting dalam kehidupan ilmiah karena etika keilmuan menyoroti kejujuran,
tanggung jawab, serta bebas nilai atau tidak bebas nilai dalam ilmu
pengetahuan.
D. Ilmu : Bebas Nilai Atau Tidak Bebas
Nilai
1.
Paradigma Ilmu Bebas Nilai
Ilmu bebas nilai
dalam bahasa Inggris sering disebut dengan value
free, yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi adalah bersifat otonom (berdiri
sendiri). Ilmu secara otonom tidak memiliki keterkaitan sama sekali dengan
nilai. Bebas nilai berarti semua kegiatan terkait dengan penyelidikan ilmiah
harus disandarkan pada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu menolak campur tangan
faktor eksternal yang secara hakiki menentukan ilmu itu sendiri.
Josep Situmorang
menyatakan bahwa sekurang-kurangnya ada 3 faktor sebagai indikator bahwa ilmu
itu bebas nilai, yaitu:
a. Ilmu
harus bebas dari pengendalian-pengendalian nilai. Maksudnya adalah bahwa ilmu
harus bebas dari pengaruh eksternal seperti faktor ideologis, religious,
cultural, dan social.
b. Diperlukan
adanya kebebasan usaha ilmiah agar otonom ilmu terjamin. Kebebasan disini
menyangkut kemungkinan yang tersedia dan penentuan diri.
c. Penelitian
ilmiah tidak luput dari pertimbangan etis yang sering dituding menghambat
kemajuan ilmu, karena nilai etis itu sendiri bersifat universal.
Dalam pandangan
ilmu bebas nilai, eksplorasi alam tanpa batas dapat dibenarkan, karena hal
tersebut untuk kepentingan ilmu itu sendiri, yang terkadang hal tersebut dapat
merugikan lingkungan. Contoh untuk hal ini adalah teknologi air conditioner, yang ternyata
berpengaruh pada pemanasan global dan lubang ozon semakin melebar, tetapi ilmu
pembuatan alat pendingin ruangan ini semata untuk pengembangan teknologi itu
sendiri dengan tanpa memperdulikan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan
sekitar. Dalam ilmu bebas nilai tujuan dari ilmu itu untuk ilmu.
Dengan bebas
nilai kita dimaksudkan suatu tuntutan dengan mengajukan kepada setiap kegiatan
ilmiah atas dasar hakikat ilmu pengetahuan itu sendiri. Orang yang mendukung
bebas nilai ilmu pengetahuan akan melakukan kegiatan ilmiah berdasarkan nilai
yang khusus diwujudkan ilmu pengetahuan. Karena kebenaran dijunjung tinggi
sebagai nilai, maka kebenaran itu dikejar secara murni dan semua nilai lain
dikesampingkan.
2.
Paradigma Ilmu Tidak Bebas Nilai
Ilmu yang tidak
bebas nilai (value bond) memandang bahwa ilmu itu selalu terikat dengan nilai
dan harus dikembangkan dengan mempertimbangkan aspek nilai. Perkembangan nilai
tidak lepas dari nilai-nilai ekonomis, sosial, religious, dan nilai-nilai
lainnya.
Menurut salah
satu filsof yang mengerti teori value bond, yaitu Jurgen Habermas berpendapat
bahwa ilmu, sekalipun ilmu alam tidak mungkin bebas nilai, karena setiap ilmu
selalu ada kepentingan-kepentingan. Dia juga membedakan ilmu menjadi 3 macam,
sesuai kepentingan masing-masing;
a. Pengetahuan
yang pertama, berupa ilmu-ilmu alam yang bekerja secara empiris-analitis. Ilmu
ini menyelidiki gejala-gejala alam secara empiris dan menyajikan hasil
penyelidikan untuk kepentingan-kepentingan manusia. Dari ilmu ini pula disusun
teori-teori yang ilmiah agar dapat diturunkan pengetahuan-pengetahuan terapan
yang bersifat teknis. Pengetahuan teknis ini menghasilkan teknologi sebagai
upaya manusia untuk mengelola dunia atau alamnya.
b. Pengetahuan
yang kedua, berlawanan dengan pengetahuan yang pertama, karena tidak
menyelidiki sesuatu dan tidak menghasilkan sesuatu, melainkan memahami manusia
sebagai sesamanya, memperlancar hubungan sosial. Aspek kemasyarakatan yang
dibicarakan adalah hubungan sosial atau interaksi, sedangkan kepentingan yang
dikejar oleh pengetahuan ini adalah pemahaman makna.
c. Pengetahuan
yang ketiga, teori kritis. Yaitu membongkar penindasan dan mendewasakan manusia
pada otonomi dirinya sendiri. Sadar diri amat dipentingkan disini. Aspek sosial
yang mendasarinya adalah dominasi kekuasaan dan kepentingan yang dikejar adalah
pembebasan atau emansipasi manusia.
Ilmu yang tidak
bebas ini memandang bahwa ilmu itu selalu terkait dengan nilai dan harus
dikembangkan dengan mempertimbangkan nilai. Ilmu jelas tidak mungkin bisa
terlepas dari nilai-nilai kepentingan-kepentingan baik politik, sosial,
ekonomi, keagamaan, lingkungan, dan sebagainya.
E.
Sikap
Ilmiah dan Tanggung Jawab Ilmuwan
Sikap ilmiah
harus dimiliki oleh setiap ilmuwan, karena sikap ilmiah adalah suatu sikap yang
diarahkan untuk mencapai pengetahuan ilmiah yang bersifat obyektif. Sikap
ilmiah bagi seorang ilmuwan bukanlah membahas tentang tujuan dari ilmu, melainkan
bagaimana cara untuk mencapai suatu ilmu yang bebas dari prasangka pribadi. Di
samping itu, ilmu tersebut dapat dipertanggungjawabkan secara sosial untuk
melestarikan dan menjaga alam semesta ini, serta dapat dipertanggungjawabkan
kepada Tuhan. Artinnya selaras antara kehendak manusia dengan kehendak Tuhan.
Sikap ilmiah
yang perlu dimiliki para ilmuwan menurut Abbas Hamami M., (1996) sedikitnya ada
enam, yaitu sebagai berikut:
1. Tidak
ada rasa pamrih, artinya suatu sikap yang diarahkan untuk mencapai pengetahuan
ilmiah yang obyektif dengan menghilankan pamrih atau kesenangan pribadi.
2. Bersikap
selektif, yaitu sikap yang bertujuan agar para ilmuwan mampu mengadakan
penelitian terhadap beragam hal yang dihadapi. Misalnya hipotesis yang beragam,
metodologi yang menunjukkan kekuatannya masing-masing, atau cara penyimpulan
yang satu cukup berbeda walaupun masing-masing menunjukkan akurasinya.
3. Adanya
rasa percaya yang layak, baik terhadap kenyataan maupun terhadap alat-alat
indera serta budi (mind).
4. Adanya
sikap yang mendasar pada suatu kepercayaan (belief) dan dengan merasa pasti
(conviction) bahwa setiap pendapat atau teori terdahulu telah mencapai
kepastian.
5. Adanya
suatu kegiatan rutin bahwa seorang ilmuwan harus selalu tidak puas terhadap
penelitian yang dilakukan sehingga selalu ada dorongan untuk riset dan riset
sebagai aktivitas yang menonjol dalam hidupnya.
6. Seorang
ilmuwan harus memiliki sikap etis (akhlak) yang selalu berkehendak untuk
mengembangkan ilmu untuk kebahagiaan manusia, lebih khusus untuk pembangunan
bangsa dan Negara.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Persoalan yang mendasar dalam etika
keilmuan adalah bahwa penerapan ilmu pengetahuan selalu memerlukan pertimbangan
dari segi etis yang berpengaruh pada pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang
akan datang. Sehingga dalam pengembangannya para ilmuwan harus memperhatikan
dan menjaga martabat manusia dan kelestarian lingkungan. juga diperlukan,
kedewasaan yang sesungguhnya dari manusia untuk menentukan mana yang baik
dan buruk bagi kehidupannya.
B.
Saran
Dalam
penyelenggaraan ilmu pengetahuan seorang ilmuwan harus menghasilkan pengetahuan
ilmiah yang bisa dipertanggungjawabkan secara terbuka, kritis rasional, logis
dan obyektif. Dan dalam pengembangannya diperlukan moralitas dan tanggung jawab
yang tinggi dari ilmuwan sehingga berdampak positif bagi kehidupan manusia. Tanggung
jawab ilmuwan meliputi tanggung jawab terhadap tata ilmiah, manusia dan kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA
Jujun S.
Suriasumantri, Filsafat Ilmu, Sebuah Pengantar Populer, Jakarta:Pustaka
Sinar Harapan.
Prof. Dr.
Amsal Bakhtiar MA.2010.Filsafat Ilmu.Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Frans Magnis Suseno.Etika Dasar Masalah-Masalah Pokok Filsafat
Moral.Yogyakarta: Kanisius,1989,h.15
Komentar
Posting Komentar